Minggu, 22 Mei 2011

Tompi – Aku Jatuh Cinta


[intro] G Em Am D 2x
G            Em             Am
Hari ini aku telah jatuh cinta
D                   G
Tak kan mampu aku menyangkalnya
Em                Am
Jatuh cinta kepadamu
D                           G
Sosok yang sering menjengkelkan aku
Em               Am
Sering menggangguku
D                   G
Kau permainkan rasa hatiku
Em            Am
Namun kini aku berbalik
D
Jatuh cinta dan bernyanyi
Bm     C      Am     D
lalala lalala lalala lalalalalalala
Bm     C      Am     D
lalala lalala lalala lalalalalalala
[chorus]
G     Em                 Am
Aku jatuh cinta kepada dirimu
D                         Bm
Orang yang tak pernah ku bayangkan
Em
Tak pernah ku mimpikan
Am      D
Untuk bisa menjadi pacarku
[int] G Em Am D 2x
G             Em
Malam ini aku berniat
Am    D
Untuk menyatakan rasa cintaku
G               Em
Semoga tanganku berjodoh
F      D
Untuk bertepuk dengan cintamu
[chorus]
G     Em                 Am
Aku jatuh cinta kepada dirimu
D                         Bm
Orang yang tak pernah ku bayangkan
Em
Tak pernah ku mimpikan
Am      D
Untuk bisa menjadi pacarku
Bm C
Jadi pacarku
Am D
jadi pacarku
Bm C
Jadi pacarku
Am D
jadi pacarku
[chorus]
G     Em                 Am
Aku jatuh cinta kepada dirimu
D                         Bm
Orang yang tak pernah ku bayangkan
Em
Tak pernah ku mimpikan
Am      D
Untuk bisa menjadi pacarku
G     Em                 Am
Aku jatuh cinta kepada dirimu
D                         Bm
Orang yang tak pernah ku bayangkan
Em
Tak pernah ku mimpikan
Am      D
Untuk bisa menjadi pacarku
[ending] G

Rabu, 11 Mei 2011

Agar Suami Makin Cinta

Posted by Farid Ma'ruf pada Maret 4, 2007
Oleh : Dra. (Psi). Zulia Ilmawati
Pengantar
Pelaku utama dalam kehidupan rumah tangga adalah suami dan istri. Keduanya laksana dua sahabat dan anggota tim yang harus kompak dalam membina biduk rumah tangga. Agar solid, antara suami dan istri harus bisa melakukan fungsi dan perannya masing-masing sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Satu hal yang juga penting adalah bagaimana cinta antara keduanya bisa terus tumbuh dengan subur. Sebab, cinta akan membuat kehidupan keduanya menjadi lebih indah hingga terwujud keluarga yang sakînah mawadah wa rahmah, yang merupakan tujuan dibangunnya sebuah rumah tangga. (Lihat: QS ar-Rum [30]: 21).
Cinta Itu Fitrah
Pada diri manusia terdapat dua potensi (dorongan) hidup yang senantiasa mendorong dirinya untuk melakukan kegiatan dan menuntut pemuasan. Pertama: kebutuhan jasmani (hâjah al-’udhawiyah) seperti makan, minum, dan membuang hajat. Kedua: naluri (gharîzah) yang menuntut adanya pemenuhan saja. Salah satu dari naluri tersebut adalah gharîzah an-nau‘ (naluri untuk mempertahankan spesies manusia), yang salah satu perwujudannya adalah munculnya rasa cinta/kasih-sayang, antara lain di antara suami-istri.
Berbeda dengan dorongan kebutuhan jasmani yang bersifat internal, misalnya orang ingin makan karena rasa lapar dari dalam dirinya, dorongan naluri baru akan muncul kalau ada rangsangan dari luar. Begitupun dengan cinta. Cinta antar suami-istri harus selalu dirangsang dan ditumbuhkan agar kehidupan rumah tangga berjalan dengan harmonis.
Sepuluh Kiat Agar Suami Makin Cinta
1. Taat.
Suami dengan segala kelebihannya telah dijadikan Allah sebagai pemimpin bagi wanita. Keluarga ibarat sebuah kapal, maka mestilah ada yang menahkodainya. Itulah suami yang yang akan membawanya kemana kapal berlabuh. Karena itu, istri shalihah harus senantiasa mematuhi suaminya, kecuali dalam maksiat kepada Allah. Rasulullah saw. bersabda:
Seandainya aku memerintahkan agar seseorang bersujud kepada orang orang lain maka pasti (yang paling dulu) aku memerintahkan agar seorang wanita (istri) bersujud kepada para suaminya. (HR at-Tirmidzi).
2. Pandai menjaga amanatnya sebagai ibu (umm[un]).
Tugas utama seorang ibu adalah merawat (baik dari sisi fisik maupun psikologisnya), membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Tugas ini tidak boleh diabaikan. Agar suami senang, anak harus selalu terawat kebersihan-nya, juga kondisi psikologisnya. Akan sangat tidak enak tentunya kalau suami pulang ke rumah melihat anak-anak yang masih tampak kotor karena belum mandi sore, atau menangis tidak mau berhenti hanya karena ibunya tidak peka melihat keinginan anak. Kegesitan dan kecermatan ibu ketika pagi hari harus menyiapkan anak-anak yang akan berangkat sekolah juga akan membuat suasana rumah terasa lebih segar. Dengan begitu, suami juga akan merasa tenang ketika akan memulai aktivitasnya.
3. Pandai menjaga amanat sebagai pengatur rumah tangga (rabbah al-bayt).
Rumah akan sangat terasa nyaman jika senantiasa tampak tertata, teratur dan bersih. Fisik rumah tentu bukan menjadi syarat utama. Yang penting, bagaimana istri bisa mengatur dan menjaga kebersihan rumah sehingga semua anggota keluarga, termasuk suami, betah tinggal di dalamnya.
4. Pandai menjaga diri, kehormatan dan harta suami.
Ketika suami tidak di rumah, istri shalihah harus pandai menjaga diri dan harta suami dengan sebaik-baiknya. Ia tidak sembarangan menerima tamu di rumah atau melakukan aktivitas yang tidak ada manfaatnya, seperti ngobrol ngalor-ngidul dengan tetangga yang kadang secara tidak sengaja akan bercerita tentang keburukan suami atau keluarga.
Rasulullah saw. bersabda:
Tidak ada sesuatu yang berfaedah bagi seorang Mukmin setelah ketakwaan yang lebih baik baginya daripada seorang istri shalihah, yakni…yang jika suaminya tidak ada di sisinya, ia menjaga diri dan harta suaminya. (HR Ibn Majah).
5. Berilah penghargaan dan kejutan.
Semua orang, tak terkecuali suami, sangat senang jika dihargai. Penghargaan tidak selalu dalam wujud materi, tetapi bisa pujian atau pelukan mesra. Cobalah sekali-kali bawakan oleh-oleh kesukaannya saat dia dengan rela menjaga anak-anak ketika istri harus keluar rumah untuk berdakwah; kirimkan sms penuh kebanggaan ketika suami selesai mengisi dengan sukses sebuah acara sebelum peserta memberikan applause; atau berilah hadiah spesial pada saat-saat tertentu.
6. Menyenangkan jika dipandang.
Nabi Muhammad saw. bersabda:
Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah. (HR Muslim).
Tidak ada sesuatu yang berfaedah bagi seorang Mukmin setelah ketakwaan yang lebih baik baginya daripada seorang istri shalihah, yakni yang jika suami memerintahnya, ia menaatinya; jika suaminya memandangnya, ia membuat suaminya bahagia… (HR Ibn Majah).
Perempuan cantik memang enak untuk dipandang. Namun, kecantikan fisik bukan segalanya, karena istiri semakin lama juga akan semakin tua. Buatlah suami agar selalu merasa senang dan betah di rumah dengan memberi kesetiaan yang ikhlas, senyuman yang tulus dan menawan, serta cinta dan pengorbanan. Panggillah dengan panggilan yang paling dia sukai.
7. Bertutur kata lembut.
Saling menasihati antar suami-istri harus selalu dilakukan. Bagaimanapun, tidak ada manusia yang sempurna. Siapa pun suatu saat bisa melakukan kesalahan. Karena itu, penting istri untuk tidak lupa mengingatkan suami ketika dia alpa. Lakukanlah semua itu dengan penuh kelembutan. Pilihlah kata-kata yang baik dan santun selama berdialog. Rendahkan nada bicara dan usahakan dengan intonasi yang terkontrol. Kata-kata yang baik, jika disampaikan dengan cara yang lembut, akan melahirkan kekuatan yang besar. Semua itu, insya Allah, akan bisa menggerakkan jiwa yang lemah, membangkitkan semangat orang yang putus asa, dan menenteramkan hati yang gelisah. Ia juga akan meluluhkan sikap yang kaku sehingga nasihat yang semula tidak bisa masuk berubah menjadi nasihat yang menggugah dan menyadarkan.
8. Tidak membebani, tetapi membantu mencari solusi.
Kehidupan berumah tangga tentu tidak lepas dari persoalan. Sebagai istri shalihah, ketika persoalan itu datang, bantulah suami untuk mencari solusi. Kalau tidak mampu, jangan menambah persoalan baru atau bahkan menuntut sesuatu di luar batas kemampuan-nya. Persoalan-persoalan kecil yang mampu diselesaikannya sendiri dan tidak memerlukan izin suami, selesaikanlah dengan segera. Jadikanlah diri istri menjadi tempat yang nyaman buat suami untuk mengadu dan menumpahkan kepenatan setelah seharian keluar rumah untuk mencari rezeki atau berdakwah. Biasakan untuk selalu bersyukur dengan semua nikmat yang didapat, bersabar ketika menghadapi kesulitan, tawakal jika mempunyai rencana, dan bermusyawarah dalam menyelesaikan persoalan.
9. Pandai melayani suami.
Urusan perempuan memang tidak hanya seputar sumur, dapur dan kasur. Namun, istrilah yang bertanggung jawab untuk ketiga urusan itu. Bisa saja ada pembantu yang memasak, tetapi menyiapkan makan, minum dan segala keperluan suami di dalam rumah merupakan kewajiban istri. Lakukan semua itu dengan ikhlas dan penuh rasa cinta. Tentu akan berbeda rasanya teh manis buatan istri tercinta dibandingkan dengan buatan pembantu. Insya Allah, akan terasa lebih nikmat. Jadilah istri yang selalu siap “melayani” suami dan pandai membuatnya “bergairah”.
10. Jadilah pemaaf dan ringan berterima kasih.
Manusia selamanya tetap manusia, yang memiliki sifat pelupa dan khilaf. Wajar jika suami atau istri sekali waktu berbuat keliru. Karena itu, diperlukan upaya saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran agar tetap di jalan Allah. Jadilah istri yang pemaaf dan tahu berterima kasih.
Wallâhu a’lam bi ash-shawâb

INDAHNYA PERSAHABATAN SUAMI-ISTRI

Posted by Farid Ma'ruf pada Maret 4, 2007
Oleh: Aisyah Nur Azizah*

Kehidupan Suami-Istri Kehidupan Persahabatan
Salah satu tujuan dari pernikahan adalah melahirkan ketenteraman (QS ar-Rum [30]: 21). Pernikahan akan menjadikan seorang suami merasa tenteram dan damai di sisi istrinya. Begitu pula sebaliknya.
Ketenteraman dan kedamaian di dalam kehidupan pernikahan (suami-istri) mengharuskan adanya pergaulan dalam konteks persahabatan, bukan pergaulan antara penguasa dan yang dikuasai, atau antara pemerintah dan yang diperintah. Satu sama lain merupakan sahabat sejati dalam segala hal.  Persahabatan yang dibangun  oleh keduanya adalah persahabatan yang dapat memberikan kedamaian satu sama lain.
Allah Swt. telah memerintahkan untuk menciptakan suasana  pergaulan yang baik di antara suami-istri (QS an-Nisa’ [4]: 19).
Bergaul maknanya adalah berinteraksi secara intens dan penuh canda serta bersahabat dengan penuh keakraban. Allah Swt. juga telah memerintahkan agar para suami bersahabat dengan istri-istri mereka. Persahabatan keduanya akan menciptakan ketenteraman dalam jiwa dan kedamaian dalam hidup.  Seorang suami tidak boleh membuat istrinya cemberut atau bermuka masam—meski dalam perkara yang tidak sampai menimbulkan dosa; senantiasa berlemah-lembut dalam bertutur kata, tidak bertingkah keji dan kasar, serta tidak menampakkan kecenderungan kepada wanita lain selain istrinya. Begitu juga istri, dia melaksanakan ketaatan kepada suami bukan semata-mata karena terpaksa, namun karena ia sangat menginginkannya sebagai gambaran ketaatannya kepada Allah Swt. (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 34). Ketaatan istri kepada suami akan dapat menciptakan ketenteraman dan kedamaian di dalam kehidupan suami-istri
Ibnu Abbas pernah bertutur, “Para istri berhak untuk merasakan suasana persahabatan dan pergaulan yang baik dari suami mereka, sebagaimana mereka pun berkewajiban untuk melakukan ketaatan dalam hal yang memang diwajibkan atas mereka terhadap suami mereka.”
Rasulullah saw. juga pernah bersabda:
«خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ ِلأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ ِلأَهْلِي»
Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik perlakuannya terhadap keluarganya.  Sesungguhnya aku sendiri adalah orang yang paling baik di antara kalian dalam memperlakukan keluargaku. (HR. Ibnu Majah).
Rasulullah saw. adalah orang yang paling indah dalam bergaul dengan keluarganya. Beliau dikenal supel dan bijaksana dalam pergaulan, selalu menampakkan muka yang manis dan riang gembira, suka bergurau dengan istri-istrinya, lemah-lembut terhadap mereka, dan memberi nafkah rumahtangga yang cukup. Beliau bahkan pernah bergurau dengan cara mengumpulkan istri-istrinya tiap malam untuk makan di rumah tempat ia harus menginap menurut giliran, lalu setelah makan malam masing-masing kembali ke rumahnya sendiri.  Beliau selalu tidur di bawah satu sarung bersama istrinya. Jika Beliau  selesai shalat isya, Beliau tidak meninggalkan kebiasaan bercanda dengan istri-istrinya sebelum ia tidur.
Persahabatan dalam kehidupan suami-istri tidak menunjukkan hilangnya kepemimpinan dalam rumah tangga.  Sebab, Allah Swt. telah menegaskan, bahwa suami adalah pemimpin atas istrinya (QS an-Nisa’ [4]: 34).
Hanya saja, kepemimpinan suami atas istri di dalam rumah bukan berarti menjadikan dirinya sebagai orang yang bertindak otoriter yang tidak dapat dilanggar perintahnya. Oleh karena itu, seorang istri berhak menjawab dengan santun ucapan suaminya, berdiskusi dengan suaminya secara makruf dan turut serta dalam memberikan masukan kepadanya. Sebab, pada dasarnya, keduanya adalah dua orang sahabat, bukan pihak yang memerintah dan yang diperintah atau penguasa dan bawahan.  Rasulullah saw., di dalam rumahnya,  adalah sahabat karib bagi istri-istrinya, bukan penguasa yang otoriter terhadap mereka, meskipun Beliau adalah seorang kepala negara, panglima perang, politikus, sekaligus seorang nabi dan rasul.
Kiat-kiat Membangun Persahabatan Suami-Istri
1.  Saling memahami.
Pernikahan adalah menyatukan dua orang yang berasal dari latar belakang yang berbeda dan dua keluarga yang berbeda.  Karena itu, suam-istri perlu saling memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing, serta menerimanya dengan lapang dada tanpa ada penyesalan yang berkepanjangan. Kadangkala suami mempunyai kelebihan dalam kemampuan berkomunikasi, sedangkan istrinya kurang. Sebaliknya, istri memiliki kemampuan manajemen, sedangkan suaminya lemah. Kelebihan yang ada pada salah satu pasangan tidak menunjukkan ketinggian orang tersebut, demikian juga kekurangan yang ada pada seseorang tidak menunjukkan dia rendah.  Sebab, tinggi-rendahnya manusia di sisi Allah Swt. adalah karena ketakwaannya. (QS al-Hujurat [49]: 13). Saling memahami akan menjadikan suami-istri berempati terhadap pasangannya sehingga tidak mudah saling berburuk sangka. Sikap saling empati/memahami tidak berarti toleran terhadap kesalahan dan kelemahan yang dapat merugikan pasangannya. Namun, sikap ini memudahkan suami-istri untuk berpikir jernih sebelum memberikan pendapat, kesimpulan maupun penilaian. Kejernihan berpikir akan dapat memudahkan seseorang untuk bersikap dengan tepat dan benar terhadap pasangannya. Dengan itu, masing-masing akan terhindar dari kesalahpahaman yang memunculkan perselisihan dan pertengkaran. (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 19).
2.  Saling mencintai karena Allah Swt.
Saling mencintai karena Allah (mahabbah fillâh) antara suami-istri merupakan salah satu perekat persahabatan di antara mereka.  Munculnya cinta karena Allah Swt. disebabkan karena keduanya memiliki keimanan dan melakukan ketaatan-ketaatan kepada-Nya. Jika ada yang tidak disukainya dari pasangannya, itu karena ia tidak rela sahabatnya melakukan kemaksiatan dan kemungkaran  kepada Allah Swt. Rasulullah saw.  bersabda (yang artinya), “Siapa saja yang memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah  karena Allah, berarti ia telah sempurna imannya.” (HR al-Hakim).
3.  Saling menerima dan memberi.
Salah satu cara untuk mewujudkan persahabatan antara suami-istri adalah keduanya melaksanakan kewajibannya masing-masing sekaligus  memenuhi hak-hak setiap pasangannya. Keduanya saling berlomba untuk menunaikan kewajiban yang akan menyebabkan hak pasangannya akan terpenuhi. Ibnu Abbas pernah bertutur, “Sungguh, aku suka berhias untuk istriku, sebagaimana ia berhias untukku. Aku pun suka meminta agar ia memenuhi hakku yang wajib ia tunaikan untukku sehingga aku pun memenuhi haknya yang wajib aku tunaikan untuknya. Sebab, Allah Swt. telah berfirman (yang artinya): Para wanita/istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf (QS al-Baqarah [2]: 228).”
4.  Saling menasihati.
Manusia manapun tidak luput dari kesalahan. Persahabatan suami-istri akan mengantarkan setiap orang tidak pernah rela pasangannya melakukan kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak.  Saling memberi nasihat merupakan wujud suatu hubungan yang saling mencintai karena Allah Swt. Sebab, tujuannya adalah dalam rangka menjaga ketaatan kepada Allah Swt. dan menjauhkan pasangannya dari melakukan kemaksiatan kepada-Nya. Nasihat yang disertai dengan  komunikasi yang tepat waktu dan tepat cara (lemah-lembut dan tidak menjustifikasi kesalahan) akan membuat pasangan yang dinasihati merasakan kesejukan dan ketenteraman dalam menerima masukan.
5.  Saling tolong-menolong.
Kehidupan suami-istri adalah kehidupan yang berpeluang mengalami kesulitan-kesulitan seperti beban pekerjaan yang memberatkan, pemenuhan nafkah, pendidikan anak, dan lain-lain.  Saling tolong-menolong akan dapat meringankan beban satu sama lainnya. Pada saat suami tidak dapat menyediakan pembantu rumah tangga, ia dengan rela membantu pekerjaan rumah tangga jika istrinya kewalahan melakukannya. Rasulullah saw. terbiasa menjahit sendiri bajunya yang robek dan memperbaiki sandalnya yang rusak tanpa memberatkan istri-istrinya. Begitu juga istri, pada saat suami mengalami kesulitan dalam pemenuhan nafkah untuk keluarga, tidak ragu-ragu untuk membantu dan meringankan suaminya. Namun, perlu dipahami, saling tolong-menolong bukan berarti kewajiban masing-masing bisa saling dipindahkan atau dihilangkan, misalnya suami mengurus rumah dan istri mencari nafkah. Sikap tolong menolong antara suami-istri akan semakin mempererat persahabatan di antara keduanya.
6.  Saling memaafkan.
Kehidupan suami-istri tidak luput dari berbagai kelemahan, kesalahpahaman dan pertengkaran kecil.  Hal-hal ini akan dapat merenggangkan hubungan persahabatan satu sama lain.  Pada saat salah seseorang dari suami-istri melakukan sesuatu hal yang menimbulkan kemarahan, maka langkah yang perlu disuburkan oleh yang lainnya adalah menahan marah dan mudah saling memaafkan. Saling memaafkan satu sama lainnya adalah kunci untuk memelihara persahabatan antara suami-istri.
Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. []

Bila Bosan Melanda Rumah Tangga



Posted by Farid Ma'ruf pada April 8, 2007
Oleh : Euis Erinawati*
 Baitijannati. Rasa bosan pasti pernah singgah dalam kehidupan rumah tangga Anda. Bahkan mungkin suatu waktu akan datang kembali. Perasaan bosan itu ibarat gelapnya malam yang memang harus Anda lalui untuk kemudian Anda menikmati indahnya pagi dan hangatnya mentari.
Rasa bosan dalam kehidupan berumah tangga adalah wajar, mengingat memang tidak ada yang sempurna dalam kehidupan di dunia ini. Maka, setinggi apapun prestasi, kebaikan, atau keistimewaan, selama masih ada di dunia, pasti memiliki kelemahan dan kekurangan. Artinya, seistimewa apapun pasangan hidup Anda, pasti punya kekurangan. Akibatnya, kebosanan-kebosanan menyergap kehidupan rumah tangga Anda. Tiba-tiba Anda merasa bosan pada keadaan rumah, bosan terhadap penampilan pasangan, bosan terhadap keadaan anak-anak, atau bosan menghadapi segala permasalahan rumah tangga.
Rumah tangga yang sudah disergap kebosanan biasanya diwarnai dengan sikap yang serba tidak maksimal. Suami tidak maksimal mengelola ke-qawaman-nya dalam rumah tangga sehingga berimbas kepada sikap istri yang juga tidak maksimal dalam melayani suami, juga dalam menjaga amanah rumah dan anak-anak. Bisa jadi, suami-istri pun tidak maksimal mengekspresikan rasa cinta kasihnya. Akibatnya, muncul ketegangan atau bahkan sikap apatis, suami-istri berjalan sendiri-sendiri mengikuti idealisme masing-masing. Rasulullah SAW mewanti-wanti agar jika muncul rasa bosan atau jenuh, pelampiasan yang dipilih hendaknya tidak keluar dari kebenaran sebagaimana sabda beliau ini:
“Setiap amal itu ada masa semangatnya, dan pada setiap masa semangat itu ada masa futur (bosan). Barangsiapa yang ketika futur tetap berpegang kepada sunnahku, maka sesungguhnya ia telah memperoleh petunjuk dan barangsiapa yang ketika futur berpegang kepada selain sunnahku, maka sesungguhnya ia telah tersesat.” (HR al-Bazaar)
Penyebab Munculnya Rasa Bosan
Rasa bosan dalam kehidupan rumah tangga berkaitan dengan faktor internal dan eksternal. Secara internal, rasa bosan seorang suami ataiu istri berkaitan dengan apresiasi dirinya terhadap kondisi rumah tangganya. Mungkin seorang suami melihat keadaan rumah yang tidak rapi setiap pulang kerja. Atau istri mendapati suami pulang kerja dengan setumpuk permasalahan kantor yang kemudian menjadi pekerjaan rumah. Tidak ada waktu untuk bercengkerama atau sekedar ngobrol sehingga rumah tangga rasanya berjalan seperti angina lalu, tanpa ruh. Atau suami menginginkan istri siap jika dia memerlukan teman diskusi pekerjaan kantor. Di sisi lain suami tidak peduli pada pekerjaan rumah tangga istri yang tidak henti-hentinya. Artinya, di satu sisi suami atau mengharapkan pasangannya memahami keadaannya namun di pihak lain tidak ada itikad yang memudahkan harapan itu bisa terealisasi.
Secara eksternal, sebab-sebab munculnya rasa bosan berasal dari hal-hal di luar diri. Mungkin memang sudah saatnya Anda mengubah posisi tempat tidur atau mengganti gorden kamar Anda. Mungkin saatnya juga Anda mengganti warna cat rumah dengan warna yang lebih segar. Anda juga mungkin sudah saatnya mencoba menu makanan baru atau mengganti penampilan di depan suami Anda.
Ada tiga hal yang diindikasikan menjadi penyebab munculnya rasa bosan untuk Anda kenali:
1. Anda melakukan kesalahan berulang-ulang.
Bisa jadi istri memasak terlalu asin dan itu terjadi berulang kali untuk masakan kesukaan sang suami. Istri kembali memakai baju warna gelap yang tidak disukai suami. Atau suami selalu menyimpan baju-baju kotor di belakang pintu sehingga istri harus sering razia baju kotor. Dengan demikian, Anda berdua sudah terperosok dua kali pada lubang yang sama. Akibatnya, Anda berdua merasa bosan dengan keadaan yang terus berulang, sementara Anda berdua tidak menghendaki keadaan seperti itu terjadi.
2. Beban Anda memang berat dan tidak pernah henti.
Mungkin istri beraktivitas kegiatan sosial atau bahkan juga bekerja sehingga ketika sampai di rumah ingin suasana yang sedikit santai untuk mengendorkan urat saraf, sementara suami datang dengan segudang permasalahan kantor dan tuntutan pelayanan dari istri. Atau mungkin kondisi ekonomi rumah tangga kurang mencukupi sehingga suami atau istri harus bekerja keras. Kendati begitu ternyata gaji ternyata gaji berdua tidak cukup untuk membayar rekening-rekening tagihan. Fisik lelah dan pikiran jenuh, akhirnya tidak ada waktu lagi untuk sekedar bermanis-manis dengan pasangan. Yang ada adalah ketegangan demi ketegangan yang lama kelamaan menimbulkan kebosanan-kebosanan dalam menghadapi permasalahan hidup.
3. Idealisme Anda terlalu tinggi
Apapun yang tidak seimbang akan berakhir pada kebosanan. Harapan yang terlalu tinggi terhadap pasangan akan menimbulkan kekecewaan jika ternyata pasangan tidak mampu memenuhi harapan Anda. Misalnya saja, Anda menginginkan suami selalu bersemangat dalam menyelesaikan setiap permasalahan karena bagi Anda suami ideal adalah suami yang selalu tegar menghadapi masalah rumah tangga. Namun, kenyataannya, suami Anda malah down. Atau Anda mengharapkan istri Anda bisa berbisnis seperti istri-istri lain yang bisa menambah income bulanan dengan berbisnis busana muslim. Kenyataannya istri tidak berbakat dagang sehingga tidak balik modal. Akhirnya, Anda patah arang, lalu malah tidak semangat lagi mengejar harapan tersebut. Akhirnya Andapun bosan mengejar sesuatu yang memang tidak bisa Anda paksakan kepada pasangan Anda.
Kebosanan yang Melahirkan Kekuatan Baru
Tidak sedikit orang yang menjadikan kebosanan sebagai antiklimaks yang mengawali sikap atau perilaku buruk. Mereka berdalih mencari kompensasi rasa bosannya itu dengan mengerjakan hal-hal negative dengan dalih untuk mencari suasana baru. Padahal jika disikapi denga baik, kebosanan akan memunculkan kreativitas yang melahirkan kekuatan baru.
Berikut tips-tips yang bisa Anda simak:
* Perbarui niat. Setelah sekian lama berumah tangga, ada saatnya Anda berdua menekan tombol pause untuk merenung. Mungkin karena kesibukan urusan kantor atau rumah, Anda berdua tidak sempat saling mengingatkan pada niat semula menjalani rumah tangga sebagai ibadah. Anda berdua perlu mengukur kembali keikhlasan Anda dalam menghadapi berbagai problematika rumah tangga. Keihklasan adalah sumber kekuatan jiwa dan fisik sehingga Anda akan kuat menjalani kondisi apapun dalam hidup.
* Susunlah perencanaan dan manajemen rumah tangga Anda. Kebosanan banyak datang karena tidak adanya perencanaan dan manajemen yang baik dalam menata aktivitas rumah tangga. Akibatnya, tenaga, pikiran, waktu, dan dana tidak terpakai maksimal untuk hal-hal yang penting.
* Pahami keutamaan-keutamaan amal. Allah akan memberikan ganjaran untuk pekerjaan yang dilakukan dengan dasar ikhlas dan benar. Lelahnya suami mencari nafkah dihitung sebagai fi sabilillah. Peluh, kelelahan, dan kesulitan dalam mencari nafkah akan memperoleh pahala besar. Pekerjaan istri mengurus rumah tangga dengan benar dan ikhlas akan mengantarkannya pada surga. Jadi, hadirkan dalam diri kita kenikmatan surga yang dijanjikan Allah kepada hamba-Nya yang beramal saleh.
* Ajaklah pasangan Anda melakukan ibadah sunnah berdzikir, beribadah, dan mendekatkan diri kepada Allah ketika kita diterpa kegelisahan dan rasa bosan adalah di antara kebiasaan yang dilakukan salafussaleh. Allah akan menyertai orang-orang yang menjalankan amalan-amalan sunnah setelah menjalankan amalan-amalan wajib.
* Bercerminlah pada orang lain. Anda berdua bisa bertanya kepada orang-orang tua atau yang lebih berpengalaman tentang kiat-kiat mereka mengatasi kelelahan atau kebosanan dalam menjalani cobaan-cobaan hidup. Uraian mereka akan memacu semangat Anda dalam mengatasi kebosanan
Tips-tips di atas memang bukan hal yang mudah untuk direalisasikan. Semuanya membutuhkan kesungguhan, keseriusan, dan kerja keras. Namun, jika dikerjakan akan menjadi solusi bagi rasa antara Anda dan pasangan Anda. InsyaAllah. (http://www.baitijannati.wordpress.com/)

*Penulis Buku dan Editor Sebuah Penerbitan
Dari Majalah Safina, Memandu Kalangan Muda Berkeluarga

Cemburumu dan Cemburu-Nya

Posted by Farid Ma'ruf pada Oktober 2, 2007
Kalau Anda pencemburu, maka sungguh Allah Swt Zat Yang Maha Cemburu sehingga syirik menjadi dosa yang tak terampunkan. Bagaimana membuat Allah tidak cemburu? Cemburu atau jealous, dalam bahasa Arabnya disebut ghirah yang berarti ”semangat yang menggelora karena tidak mau dihina, diremehkan, atau karena kehormatannya dikurangi’.”
Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah menjelaskan, cemburu ada dua macam. Yaitu cemburu karena kekasih, dan cemburu terhadap kekasih.
Cemburu karena kekasih adalah semangat yang menggelora dan marah jika kekasihnya itu diremehkan haknya, direndahkan kehormatannya, dan mendapat gangguan dari pihak lain. Cemburu ini adalah kecemburuan hakiki yang merupakan manifestasi rasa cinta. Cinta yang sedemikian besar, sehingga sang pencemburu merasa nothing to lose untuk mengorbankan raga, harta, bahkan jiwanya demi sang kekasih, sampai penyebab cemburunya itu sirna.
Cemburu kedua, adalah kemarahan dan ketersinggungan orang yang jatuh cinta terhadap pihak lain yang juga mencintai kekasihnya. He can take you any place that you want, to fancy club and restaurant, kata Horse Power dalam “I (Who Have Nothing)”. Baik sang kekasih mengabaikannya, apalagi bila kekasih menyambutnya. Seperti disenandungkan John Lennnon dalam Jealous Guy: I was feeling insecure. You might not love me anymore.
Nah, Allah Swt yang menciptakan rasa cemburu pada manusia itu pun, adalah Zat Yang Maha Cemburu. Rasulullah saw menginformasikan bahwa ”Tidak ada satu pun yang lebih cemburu daripada Allah” (HR Bukhari dan Muslim).
Bagaimana Allah cemburu?
Allah Maha Pencemburu karena kekasih, dan Dia juga cemburu bila kekasihnya melebihkan cintanya kepada pihak lain.
Jika orang yang tidak beriman saja masih diperhitungkan Allah Swt, maka setiap mukmin adalah kekasih-Nya. Allah dekat dengannya, bahkan lebih dekat ketimbang urat lehernya sendiri. Dia marah bila mukmin seperti tidak butuh kepada-Nya, dan Dia mengabulkan setiap pintanya. ”Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan”.

“Sungguh, Allah senantiasa melindungi hamba-Nya yang mukmin dari dunia, sebagaimana salah seorang di antara kalian melindungi orang sakit dari makanan dan minuman,” demikian wasiat Nabi Muhammad saw sebagaimana diriwayatkan At-Tirmidzi.
Namun, seperti dilagukan Bimbo: Dia dekat Aku dekat, dia jauh Aku jauh. Karena itu, kata Nabi lagi, ”Sesungguhnya Allah sangat cemburu untuk orang Islam, maka seorang muslim pun harus cemburu untuk Allah” (HR Thabrani).
Bagaimana agar mukmin tidak membuat cemburu Allah?
Yaitu jangan melakukan apa yang dibenci-Nya. Wasiat Nabi Saw, ”Tak ada sesuatu pun yang lebih cemburu daripada Allah, maka dari itu Dia mengharamkan perbuatan buruk dan maksiat” (HR Bukhari-Muslim). Juga, “Tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah. Untuk itu Dia mengharamkan berbagai kekejian, yang tampak maupun yang tersembunyi….” (HR Bukhari-Muslim)
“Sesungguhnya Allah itu cemburu dan orang Mu’min itu cemburu. Kecemburuan Allah ialah jika orang mu’min melakukan apa yang diharamkan atas dirinya.” (H.R. Bukhari-Muslim).
Selain kemaksiatan, hal yang dicemburui Allah adalah bila mukmin menomorduakan cintanya pada Tuhan. Baik di bawah cinta kepada manusia maupun harta benda. Firman Allah: “Katakanlah: ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri karugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq.” (QS. At-Taubah: 24).
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintai sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cintanya kepada Allah…”(QS. Al-Baqarah: 165).
Salah satu sahabat Nabi yang mencintai Allah setulusnya adalah Abu Ubaidah bin Jarrah. Di perang Badar, Abu Ubaidah pun berusaha menghindari ayahnya yang masih berpihak di barisan kafir Quraisy. Namun, setelah Al Jarrah berkali-kali menantangnya duel, Abu Ubaidah akhirnya bersedia melayani. Al Jarrah pun tewas di tangan putranya.
Betapa hancur Abu Ubaidah, harus membunuh ayahnya sendiri meskipun untuk mempertaruhkan kebenaran. Allah swt lalu menghibur Abu Ubaidah dan kaum muslimin dengan ayat 22 Al Mujaadilah:
”Kamu tidak akan mendapati suatu kaum beriman kepada Allah dan Hari Akhir, yang berkasih sayang dengan para penentang Allah dan Rasul-Nya sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau kerabat mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanam keimanan dalam hati dan menguatkannya dengan pertolongan Allah….”
Orang-orang seperti Nabi Muhammad Saw lah yang menjadi kekasih terdekat Allah. Beliau sudah sampai pada derajat seperti yang dilukiskan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari:
”Siapa yang memusuhi wali-Ku, kumaklumatkan perang kepadanya. Tidaklah lebih kusukai pendekatan hamba kepada-Ku, kecuali dengan amalan yang telah Ku-wajibkan. Jika hamba-Ku berupaya terus-menerus lebih dekat dengan-Ku melalui amalan-amalan sunah, akhirnya Aku mencintainya. Dan bila Aku mencintainya, pendengarannya adalah pendengaran-Ku, penglihatannya adalah penglihatan-Ku, gerak tangannya adalah gerakan tangan-Ku, dan langkah kakinya menjadi langkah-Ku. Bila ia memohon pasti Ku-kabulkan, dan bila ia meminta perlindungan pasti Ku-lindungi.’’[]
Kala Aisyah Mencembururui Shafiyyah
Sukses menaklukkan Benteng Khaibar Yahudi, kaum Muslimin mendapatkan pampasan perang, termasuk para tawanan wanita. Salah satunya Shafiyah binti Huyai binti Akhthan bin Sa’yah cucu dari Al-Lawi. Al Lawi tak lain putra Nabiyullah Israil bin Ishaq bin Ibrahim as, termasuk keturunan Rasulullah Harun as. Shafiyah yang cantik, cerdas dan terhormat ini, adalah janda Salam bin Abi Al-Haqiq yang kemudian dinikahi Kinanah bin Abi Al-Haqiq. Keduanya penyair kenamaan Yahudi. Kinanah tewas dalam Perang Khaibar.
Rasulullah Saw. kemudian memerdekakannya sebagai mahar untuk menikahinya. Selain tertarik pada pribadi Shafiyah yang tidak histeris dengan kematian keluarganya sebagaimana wanita Yahudi lain, beliau juga berhitung secara politis. Dengan menikahi Shafiyah, Nabi berharap permusuhan Yahudi akan reda, karena menggerogoti kekuatan kaum Muslimin yang masih harus menghadapi Quraisy Mekah.
Setiba di Kota Madinah, Rasulullah menurunkan Shafiyah di rumah sahabatnya, Haritsah bin Nu’man. Para wanita Anshar berbondong-bondong datang menjenguk wanita istimewa tersebut.
Kabar bocor ke telinga Aisyah ra. Beliau lalu diam-diam menuju rumah Haritsah bin Nu’man, untuk melihat madunya. Tapi Nabi tahu kedatangannya. Tatkala Aisyah keluar dari kediaman Haritsah, Rasulullah tertawa dan merangkul istrinya itu seraya bertanya, ”Bagaimana menurut mendapatmu wahai Al Humaira?” Ketus Aisyah menjawab, “Kayaknya dia wanita Yahudi yah.” Rasulullah berkata, “Jangan berkata begitu dong, dia kan sudah memeluk Islam dan bagus agamanya.”
Terprovokasi Aisyah, para istri Nabi yang lainnya pun meledek Shafiyah. Apalagi setelah wanita ini diboyong Rasul ke rumah Beliau sendiri. ”Oh, ini rupanya si wanita Yahudi itu ya,” kata mereka tatkala menyambut kedatangan Shafiyah. ”Kalau kami sih wanita Quraisy, bukan Yahudi.”
Kali lain, beberapa istri Nabi termasuk Aisyah dan Shafiyah turut mendampingi perjalanan suami. Aisyah menunggangi unta yang kuat dengan beban bawaan lebih sedikit, sebaliknya dengan Shafiya. Karena itu, perjalanan menjadi lambat, harus menunggu unta Shafiya yang berjalan perlahan.
”Tolong tukarkan barang-barang bawaan unta Shafiya dengan unta Aisyah agar perjalanan kita lebih cepat,” kata Nabi kepada sahabat pengiringnya. Aisyah tidak terima. ”Bagaimana bisa Rasulullah mengesampingkan kita dan mendahulukan wanita Yahudi itu?” katanya penuh emosi. Nabi menyadarkan, betapa beban tunggangan Shafiya dan Aisyah bertolak belakang dengan kondisi tubuhnya masing-masing.
”Bukankah engkau ini Rasulullah?” Aisyah masih tak terima.
”Apakah engkau meragukanku, wahai Ummu Abdillah,” jawab Nabi sambil tersenyum.
”Kalau begitu, mengapa engkau tidak adil,” sergah Aisyah.
Tiba-tiba Abu Bakar mendekati Aisyah dan bermaksud menampar putrinya itu. Untung Nabi sempat mencegahnya. ”Sabar, Abu Bakar, sabar,” kata beliau. ”Maklum saja, wanita yang sedang cemburu itu tidak bisa melihat dasar lembah walau dari atasnya.” (HR Ibnu Hibban).
Begitulah, perlakuan para istri senior Nabi terhadap Shafiyah, hanya karena cemburu belaka. Bukan lantaran benci kepadanya. Sehingga Nabi pun menghadapinya dengan cool-cool saja.[]
(http://www.baitijannati.wordpress.com/)

Cintailah Pasangan Kita Apa Adanya

Posted by Farid Ma'ruf pada Mei 20, 2009
Oleh : Zahrina Nurbaiti


Zahrina Nurbaiti
BaitiJannati. — Teman-teman yang shalih dan shalihah, kugoreskan kembali sebuah kisah nyata dalam kehidupan kita sehari-hari, terutama untuk para aktivis da’wah yang telah memilih da’wah sebagai jalan hidupnya. Dengan memilih da’wah sebagai jalan hidup, tentu saja ada konsekuensi-konsekuensi yang harus kita ambil atau jalani manakala diri kita telah tersibghoh (tercelup) dengan nilai-nila Islam. Hal ini dapat kita lihat di dalam QS (2:208) yang artinya, “ Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh) dan janganlah ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagimu.
Salah satu konsekuensi yang harus kita ambil setelah memutuskan untuk berhijrah yaitu menikah tanpa melalui pacaran. Karena dalam Islam memang tidak ada konsep pacaran (lihat surat 17 : 32). Bagi seorang aktivis da’wah yang telah memutuskan untuk menikah tanpa melalui proses pacaran (dikenal dengan istilah ta’aruf secara Islami), kadang yang tergambar dibenak kita adalah seorang ikhwan yang akan menjadi pendamping hidup kita adalah seorang ikhwan yang benar-benar mengamalkan apa yang telah dicontohkan Rasulullah SAW. Ya keinginan yang wajar dan manusiawi jika kita ingin pasangan hidup kita shalih/shalihah, menjaga pandangan pada yang bukan muhrimnya, berusaha selalu membantu pekerjaan isteri, dan sebagainya.
Selama ini penulis sering mendapatkan pertanyaan seputar rumah tangga, suami dan keluarga. Kadang ada suami yang santai membaca koran, sedangkan isterinya sibuk memasak dan mengurus anak-anak, tanpa peduli untuk membantunya. Lalu bagaimanakah sikap kita terhadap pasangan hidup kita? Berikut adalah tips-tips bagaimana kita menyikapi pasangan hidup kita yaitu sebagai berikut :
1.Terimalah ia apa adanya
Pernikahan adalah menyatukan dua keluarga besar yang berbeda suku, kultur dan budaya serta pola asuh yang diterapkan pada masing-masing keluarga. Tentu saja tidak mudah merubah karakter yang telah melekat pada pasangan hidup kita. Namun Insya Allah dengan ikut tarbiyah, tentu saja perlahan-perlahan kita berusaha untuk menjadi pribadi yang kaffah.
Jangan pernah sekali-kali menbandingkan pasangan hidup kita dengan pasangan hidup teman kita. Yakinlah bahwa Allah pasti memberikan jodoh yang sekufu untuk kita. Bukankah Allah tidak pernah mengingkari janji-janji-NYA?
2.Pandai bersyukur atas anugerah suami yang shalih
Sebagai aktivis tentu saja, Alhamdulillah kita harus bersyukur pada Allah SWT, yang telah memberikan anugerah terindah dalam hidup kita yaitu seorang ikhwan yang sevisi dan semisi dalam mengarungi rumah tangga dan juga da’wah yang mulia ini. Coba kita bayangkan rumah tangga yang suaminya selingkuhlah, yang melakukan KDRT dalam rumah tanggalah, yang suami tidak shalatlah. Sementara Alhamdulillah, Allah anugerahkan pasangan hidup kita yang selalu tilawah, rajin datang liqo, aktif da’wah di masyarakat, mengerjakan yang sunnah-sunnah. Sementara rumah tangga lain, mungkin suaminya sering berkata-kata kasar? Sementara kita? Alhamdulillah, suami kita selalu berkata-kata lembut dan sangat menjaga perasaan kita, sebagai seorang isteri. Insya Allah karena suami kita memahami sebuah hadits yang mengatakan, “ Sebaik-baik pria adalah yang paling baik sikapnya terhadap keluarga.” Nikmat Allah mana lagi yang kita dustakan?
3.Saling menutup aib pasangan hidup kita
Sebagai aktivis, tentu saja kita juga manusia biasa yang tidak luput dari dosa dan kesalahan. Tetapi idealnya memang kesalahan para aktivis da’wah harus lebih sedikit dibandingkan yang lain. Bukankah kita selalu mengajak orang lain untuk menjadi lebih baik, kita harus lebih dahulu mengamalkan apa yang kita sampaikan/ceramahkan?
Sebaiknya dalam berumah tangga, aib pasangan hidup kita, harus kita tutupi, tidak perlu kita ceritakan pada orang lain, hatta pada adik dan kakak kita. Biarlah semua hanya suami dan isteri saja yang tahu akan aib pasangan hidup kita. Yakinlah di setiap kekurangan pasangan hidup kita, pasti Allah berikan banyak kelebihan pada dirinya..Bukankah setiap pasangan hidup merupakan pakaian bagi pasangan hidupnya?
4.Saling meningkatkan diri dan potensi pasangan hidup kita
Sebagaimana kita ketahui, ada beberapa gambaran rumah tangga, yaitu rumah tangga laba-laba, rumah tangga seperti rumah sakit, rumah tangga seperti rumah tangga pasar dan rumah tangga kuburan. Yang terbaik adalah rumah tangga seperti rumah tangga masjid. Di mana dalam rumah tangga tersebut tercipta suasana saling asih, asah dan asuh. Suami dan isteri pun harus meningkat dari sisi ketaqwaan, dari sisi pendidikan, dari sisi ekonomi, sehingga tercipta rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Suami tidak boleh membiarkan isteri untuk tidak berkembang, terutama dari sisi tsaqofah (pengetahuan). Jika memang ada rezeki, tidak salah jika isteri diizinkan untuk melanjutkan kuliah kembali, atau meneruskan kuliahnya kembali (karena keburu dikhitbah) ketika skripsinya misalnya. Insya Allah indah sekali manakala kita mampu memciptakan rumah tangga seperti rumah tangga masjid
Semoga dengan goresanku yang sederhana ini, Insya Allah mampu memberikan semangat dan motivasi untuk teman-teman FBku yang shalih dan shalihah untuk segera mewujudkan niat yang suci yaitu menggenapkan setengah diin, yakinlah menikah tidaklah serumit dan sekompleks apa yang dibayangkan sebagian orang. Justru dengan menikah Insya Allah kekuatan kontribusi da’wah akan semakin besar, karena di tengah lelahnya kita pulang berda’wah, sudah menanti pasangan hidup kita, yang siap kita berlabuh dan berbagi tentang suka duka kehidupan ini (tapi Insya Allah banyakan sukanya daripada dukanya).. Insya Allah untuk masalah rezeki, yakinlah apa yang kita berikan untuk pasangan hidup kita, akan menjadi tambahan amal shalih kita dan akan Allah cukupkan rezeki-NYA bagi yang ingin menggenapkan setengah diinnya.. Aamiin ya Robbal ‘Alamiin…Ana dan suami tunggu undangan berikutnya ya dari teman-teman FBku yang dirahmati dan dicintai Allah SWT.. (http://www.baitijannati.wordpress.com/)

Selasa, 10 Mei 2011

Mencegah Perselingkuhan

Posted by Farid Ma'ruf pada Desember 6, 2008

Oleh : Zulia Ilmawati, S.Psi.
mencegah-perselingkuhanbaitijannati. Dalam waktu terakhir ini kita semakin sering mendengar berita perselingkuhan yang marak di mana-mana. Sejumlah skandal seks menimpa politisi. Di luar ini, disinyalir masih banyak pejabat dan anggota legislatif lain, serta anggota masyarakat biasa yang berperilaku bejat, berselingkuh atau berzina dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan lelaki bukan suaminya.
Penyebab Selingkuh
1. Masalah internal.
Pernikahan pada dasarnya mempertemukan dua orang yang mempunyai kepribadian, sifat, karakter, latar belakang keluarga dan problem yang berbeda satu sama lain. Karena itu, tidak mengherankan jika kehidupan dalam rumah tangga kadang tidak seindah harapan. Ketidakmatangan masing-masing pasangan ikut mempengaruhi dinamika yang terjadi dalam menghadapi setiap persoalan rumah tangga. Jika masing-masing tidak berusaha untuk memperbaiki diri atau malah justru mencari hiburan dan kompensasinya sendiri, maka pengikat di antara keduanya semakin pudar. Jika ini tidak segera diatasi, cepat atau lambat akan  mempengaruhi kualitas hubungan suami-istri. Sikap apatis, pasif atau bahkan pasif-agresif bisa menjadi indikasi adanya masalah dalam kehidupan pernikahan seseorang.
Emotional divorce (keterpecahan emosi), yang banyak dialami oleh suami-istri, baik yang baru maupun yang sudah lama menikah, membuat hubungan cinta kasih akhirnya padam dan menjadi dingin. Meskipun secara fisik pasangan suami-istri masih tinggal serumah, secara emosional terdapat jarak yang membentang. Dengan pudarnya cinta dan kasih sayang, semakin longgarlah ikatan dan komunikasi di antara pasangan yang bisa mendorong salah satu atau keduanya mencari seseorang yang dapat memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan emosional maupun kebutuhan fisik, termasuk seks. Apalagi jika kemudian masing-masing pasangan tidak memiliki pemahaman tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan berumah tangga dan mengatasi persoalan yang muncul menurut ajaran Islam.
Debbie Layton-Tholl mengungkapkan bahwa perselingkuhan yang dilakukan oleh orang-orang yang sudah menikah pada dasarnya bukan karena untuk mencari kepuasan seksual semata. Prosentase terbesar (90%) perselingkuhan terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan emosional pasangan. Kebutuhan seksual bukanlah menjadi alasan pertama dan utama. Perilaku seksual yang sering mewarnai affair ataupun perselingkuhan sering hanya merupakan sarana untuk memelihara dan mempertahankan affair tersebut, bukan menjadi alasan utama.
2. Masalah eksternal.
Dalam pandangan kapitalis hubungan pria dan wanita merupakan pandangan yang bersifat seksual semata, bukan pandangan untuk melestarikan keturunan manusia. Oleh karena itu, mereka sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindra dan pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual di hadapan pria dan wanita dalam rangka membangkitkan dorongan seksual untuk dipenuhi. Mereka menganggap bahwa gejolak naluri yang tidak dipenuhi mengakibatkan kerusakan pada diri manusia, baik terhadap fisik, psikis, maupun akalnya. Dari sini, kita bisa memahami, mengapa banyak komunitas masyarakat selalu menciptakan pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual (fantasi-fantasi seksual), baik dalam cerita-cerita, lagu-lagu, maupun berbagai karya mereka lainnya. Belum lagi kebiasaan gaya hidup campur-baur antara pria dan wanita yang tidak semestinya di dalam maupun di luar rumah. Semua ini muncul karena mereka menganggap tindakan-tindakan semacam itu merupakan hal yang lazim dan penting sebagai bagian dari sistem dan gaya hidup mereka.
Kiat Menghindari Perselingkuhan Secara Islam
1. Menjalankan kehidupan rumah tangga secara islami.
Sebagai sebuah ibadah, pernikahan memiliki sejumlah tujuan mulia. Memahami tujuan itu sangatlah penting guna menghindarkan pernikahan bergerak tak tentu arah yang akan membuatnya sia-sia tak bermakna. Tujuan-tujuan itu adalah untuk mewujudkan mawaddah dan rahmah, yakni terjalinnya cinta-kasih dan tergapainya ketenteraman hati (sakinah) (QS ar-Rum: 21); melanjutkan keturunan dan menghindarkan dosa; mempererat tali silaturahmi; sebagai sarana dakwah; dan menggapai mardhatillah. Jika tujuan pernikahan yang sebenarnya dipahami dengan benar, insya Allah akan lebih mudah bagi suami-istri meraih keluarga sakinah dan terhindar dari konflik-konflik yang berkepanjangan. Sebab, kesepahaman tentang tujuan pernikahan sesungguhnya akan menjadi perekat kokoh sebuah pernikahan.
Islam memandang pernikahan sebagai “perjanjian yang berat (mîtsâq[an] ghalîdza)” (QS an-Nisa’ [4]: 21) yang menuntut setiap orang yang terikat di dalamnya untuk memenuhi hak dan kewajibannya.
Islam mengatur dengan sangat jelas hak dan kewajiban suami-istri, orangtua dan anak-anak, serta hubungan dengan keluarga yang lain. Islam memandang setiap anggota keluarga sebagai pemimpin dalam kedudukannya masing-masing. Dengan kata lain, pernikahan haruslah dipandang sebagai bagian dari amal shalih untuk menciptakan pahala sebanyak-banyaknya dalam kedudukan masing-masing melalui pelaksanaan hak dan kewajiban dengan sebaik-baiknya. Ketimpangan atau terabaikannya hak dan kewajiban, misalnya soal nafkah, pendidikan atau perlindungan, tentu akan dengan sangat mudah menyulut perselisihan dalam keluarga yang bisa berpeluang untuk terjadi perselingkuhan.
2. Atasi berbagai persoalan suami-istri dengan cara yang benar (islami) dan tidak melibatkan orang (lelaki atau perempuan) lain.
Dalam kehidupan rumah tangga, tidak selalu mudah menyatukan dua pribadi yang berbeda dan dengan latar belakang yang berbeda. Konflik menjadi suatu hal yang mudah terjadi dalam kehidupan rumah tangga.
Kesabaran merupakan langkah utama ketika mulai muncul perselisihan. Islam memerintahkan kepada suami-istri agar bergaul dengan cara yang baik, serta mendorong mereka untuk bersabar dengan keadaan masing-masing pasangan; karena boleh jadi di dalamnya terdapat kebaikan-kebaikan. Jika dibutuhkan orang ketiga untuk membantu menyelesaikan persoalan maka jangan sekali-sekali melibatkan lawan jenis yang bukan mahram-nya; seperti teman sekantor, tetangga, kenalan dan sebagainya. Awalnya mungkin hanya sebatas curhat, tetapi tanpa disadari, jika sudah mulai merasa nyaman, persoalan mungkin justru tidak terpecahkan, yang kemudian terjadi adalah munculnya rasa saling ketergantungan dan ketertarikan. Hal ini bisa menjadi awal dari kedekatan di antara mereka dan peluang untuk terjadinya perselingkuhan.
3. Menjaga pergaulan dengan lawan jenis di tengah-tengah masyarakat.
Dalam pandangan Islam hubungan antara pria dan wanita merupakan pandangan yang terkait dengan tujuan untuk melestarikan keturunan, bukan semata-mata pandangan yang bersifat seksual. Dalam konteks itulah, Islam menganggap berkembangnya pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual pada sekelompok orang merupakan keadaan yang membahayakan. Oleh karena itu, Islam memerintahkan pria dan wanita untuk menutup aurat, menahan pandangannya terhadap lawan jenis, melarang pria dan wanita ber-khalwat, melarang wanita bersolek dan berhias di hadapan laki-laki asing (non-mahram). Islam juga telah membatasi kerjasama yang mungkin dilakukan oleh pria dan wanita dalam kehidupan umum serta menentukan bahwa hubungan seksual antara pria dan wanita hanya boleh dilakukan dalam dua keadaan, yaitu: lembaga pernikahan dan pemilikan hamba sahaya.
4.  Poligami.
Islam telah menjadikan poligami sebagai sesuatu perbuatan mubah (boleh), bukan sunnah, bukan pula wajib. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mengatakan dalam An-Nizhâm al-Ijtimâ’i fî al-Islâm:
Harus menjadi kejelasan, bahwa Islam tidak menjadikan poligami sebagai kewajiban atas kaum Muslim, bukan pula suatu perbuatan yang mandub (sunnah) bagi mereka, melainkan sesuatu yang mubah, yang boleh mereka lakukan jika mereka berpandangan demikian.
Dasar kebolehan poligami tersebut karena Allah Swt. telah menjelaskan dengan sangat gamblang tentang hal ini (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 3).
Poligami bisa menjadi solusi di tengah kehidupan pergaulan lawan jenis seperti sekarang ini. Anehnya, poligami justru banyak ditentang, sementara perselingkuhan dibiarkan merajalela. Praktik poligami yang salah di tengah-tengah masyarakat tidak boleh menjadi alasan untuk menolak poligami. Sebab, realitas itu terjadi karena praktik poligami tidak dijalankan sesuai dengan tuntunan Islam. Alasan bahwa wanita menjadi sakit hati dan tertekan karena suaminya menikah lagi juga tidak tepat. Perasaan tersebut hanya akan muncul akibat adanya anggapan bahwa poligami sebagai sesuatu yang buruk. Itu terjadi karena kampanye massif yang dilancarkan kalangan antipoligami. Sebaliknya, jika istri menganggap poligami sebagai sesuatu yang baik, perasaan sakit hati dan tertekan akibat suaminya berpoligami tidak terjadi. Allah Swt. telah memberikan peringatan yang tegas kepada para suami yang berpoligami (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 129). Intinya, Allah Swt. memerintahkan kepada seorang suami untuk menjauhkan diri dari kecenderungan yang berlebihan kepada salah seorang istrinya dengan menelantarkan yang lain. Hal ini juga diperkuat dengan sebuah Hadis Nabi saw., sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah ra. (HR Ahmad).
5. Memberikan hukuman bagi para pelaku perselingkuhan.
Pada hakikatnya perselingkuhan sama dengan perzinaan. Dalam pandangan Islam seorang yang berselingkuh/berzina mendapatkan hukuman yang sangat berat. Jika belum menikah, pelakunya harus dicambuk 100 kali, dan untuk yang sudah menikah harus dirajam sampai mati. Hukuman yang berat ini akan menjadi pelajaran bagi pelakunya hingga menimbulkan jera sekaligus sebagai penebus dosa atas perbuatan yang dilakukan. Jika hukuman ini diterapkan, seseorang akan berpikir panjang sebelum melakukan perselingkuhan. [Zulia Ilmawati; (Psikolog, Pemerhati Masalah Anak dan Keluarga)]